Saya pernah diberi nasehat, “Analisa terbaik adalah analisa kamu
sendiri, tapi kamu perlu melakukan apa yang chart beritahu ke kamu,
bukan apa yang kamu pikirkan.” (Trade what you see, not what you think.)
Lho, maksudnya apa? Karena saya yang trading, tentu saya trading
sesuai dengan pandangan saya, bodoh amat dengan chart. Well, perlu
banyak waktu dan banyak trade yang jebol sebelum saya sadar, kadang apa
yang saya pikirkan bertolak belakang dengan
apa yang terlihat di chart. Di dalam chart kita bisa melihat pola-pola
teknikal, candlestick, dan indikator, tidak ubahnya dengan dashboard
mobil yang kita kendarai.
Beranikah kamu berkendara menggunakan mobil tanpa dashboard? Ada
satu film (bintangnya Daniel Quaid, kalau nggak salah), dimana dia
berkendara dengan truk yang dashboardnya rusak melintasi padang pasir.
Tapi Mr. Quaid tidak tahu instrumen dashboard tersebut rusak…sampai
mobilnya mogok di tengah padang pasir! Penyebabnya? Kehabisan bensin.
Ketika dia memukul dashboardnya, barulah jarum penunjuk bensinnya
jatuh.
Percayai chart-mu, jangan pikiranmu.
Chart adalah rekam jejak yang tidak terdistorsi oleh pikiran-pikiran salah.
Pikiran bisa dengan mudah terdistorsi, dari berita
yang kita baca, yang kita lihat di TV. Rekomendasi saham yang saat ini
datang dari segala sisi. Dulu cuma dari kolom di pinggir koran Bisnis
Indonesia, sekarang bahkan di Facebook pun ada saja yang bicara saham.
Pandangan-pandangan individual yang belum tentu time frame tradingnya
itu sama dengan kamu bisa saja “mengkontaminasi” rencana trading yang
sudah kamu susun. Dan belum lagi emosi yang ada di dalam trading…
Apalagi beberapa sumber internet yang “misterius” dimana seolah
ramalannnya bisa datang dari sisi manapun. Penyebab dan akibat pun bisa
dibuat seolah terbalik (narrative fallacy), atau menjelaskan hal yang sudah jelas.
Apa perbedaan antara kalau saya bilang, “Harga jatuh 5%.” dengan
“Harga jatuh 5% karena penjualan mobil merosot.”. Pernyataan kedua
adalah bahasa media. Selalu harus ada “Why” atau “Kenapa” kalau menulis
berita. Tidak peduli apakah alasannya benar, asalkan masuk logika.
Ada beda antara benar dan masuk logika. Kalau masuk logika, semua
berita pasti masuk logika, tapi benar atau salah, itulah yang masih
relatif.
Sebagai trader, “Harga jatuh 5%” adalah semua informasi yang kita butuhkan. Just the facts. Kita bisa periksa, ada di mana support, dimana para buyer itu berada? Apakah sellernya masih kuat, atau buyernya cuma menunggu (“bidders“).
Pasar bidders bisa dengan cepat berubah menjadi rebound. Para bidders
yang merasa terlambat akan terus membeli. Di mana target, dimana saya
pasang target, dimana stoploss. Semua itu…ada di chart, tidak ada di
tempat lainnya.
Sebaliknya, “Harga naik 5%, karena Mr. XXX berkata bahwa kapasitas
pabrik meningkat 50%.” tidak berarti ada 45% potential gain.
Berhati-hatilah dengan matematika singkat yang bisa mencelakakan ini.
Bisa jadi ketika harga naik 5%, disitulah kita harus…jual, karena harga
sudah di level kritis… target dari Wave 5 dari 5. Koreksi besar
menunggu. Semua itu…ada di chart, bukan di tempat lain.
Analisa prediktif bisa saja bilang “Target koreksi/rally IHSG adalah
XXXX”, tapi ketika kita lihat pasar melawan secara signifikan, trader
yang baik harus disiplin dan reaktif. Chart bilang saya harus exit,
maka saya exit. Soal buyback lagi urusan nanti. Sebaliknya, ada analis
X bilang akan ada koreksi, tapi chart menunjukkan minat beli masih
besar, maka kalau chart bilang hold, saya hold. Soal harus jual, itu
nanti urusan trailing stop saya. Trader bukan analis yang “skor”-nya
dihitung dari prediksi yang benar. Trader “skor”-nya dihitung dari
berapa return yang dihasilkannya per tahun, bisakah dia melewati taktik “buy and hold“-nya manajer investasi reksadana? Atau bahkan, bisakah return per bulan (untuk yang trading for a living), menutup semua pengeluaran bulan itu?
Saya tahu, hold ketika profit sudah menggelembung bukan hal yang
mudah. Saya pernah dan terus mengalaminya. Haruskah saya jual
sekarang? Apakah saya akan kehilangan profit ini? Terkadang, itulah
yang dipikirkan. Tapi berpegang pada chart, selama masih ada yang mau
beli di harga lebih tinggi, saya akan terus hold. Seringkali, dengan
cara itu, saya bisa memaksimalkan gain.
Seringkali juga, trader (terutama yang baru), terjebak pada pemikiran bahwa dia adalah newbie,
sehingga tidak pantas untuk profit besar. Percayalah, kalau kamu sudah
trading dengan benar, walaupun baru sebentar, kamu pantas untuk profit
besar. Itulah balasan kamu untuk trading dengan benar.