Entri Populer

Kamis, 11 Oktober 2012

Trade What You See, Not What You Think

Saya pernah diberi nasehat, “Analisa terbaik adalah analisa kamu sendiri, tapi kamu perlu melakukan apa yang chart beritahu ke kamu, bukan apa yang kamu pikirkan.”  (Trade what you see, not what you think.)
Lho, maksudnya apa?  Karena saya yang trading, tentu saya trading sesuai dengan pandangan saya, bodoh amat dengan chart.  Well, perlu banyak waktu dan banyak trade yang jebol sebelum saya sadar, kadang apa yang saya pikirkan bertolak belakang dengan apa yang terlihat di chart.  Di dalam chart kita bisa melihat pola-pola teknikal, candlestick, dan indikator, tidak ubahnya dengan dashboard mobil yang kita kendarai.
Beranikah kamu berkendara menggunakan mobil tanpa dashboard?  Ada satu film (bintangnya Daniel Quaid, kalau nggak salah), dimana dia berkendara dengan truk yang dashboardnya rusak melintasi padang pasir.  Tapi Mr. Quaid tidak tahu instrumen dashboard tersebut rusak…sampai mobilnya mogok di tengah padang pasir!  Penyebabnya?  Kehabisan bensin.  Ketika dia memukul dashboardnya, barulah jarum penunjuk bensinnya jatuh.

Percayai chart-mu, jangan pikiranmu.
Chart adalah rekam jejak yang tidak terdistorsi oleh pikiran-pikiran salah.
Pikiran bisa dengan mudah terdistorsi, dari berita yang kita baca, yang kita lihat di TV.  Rekomendasi saham yang saat ini datang dari segala sisi.  Dulu cuma dari kolom di pinggir koran Bisnis Indonesia, sekarang bahkan di Facebook pun ada saja yang bicara saham.  Pandangan-pandangan individual yang belum tentu time frame tradingnya itu sama dengan kamu bisa saja “mengkontaminasi” rencana trading yang sudah kamu susun.  Dan belum lagi emosi yang ada di dalam trading…
Apalagi beberapa sumber internet yang “misterius” dimana seolah ramalannnya bisa datang dari sisi manapun.  Penyebab dan akibat pun bisa dibuat seolah terbalik (narrative fallacy), atau menjelaskan hal yang sudah jelas.
Apa perbedaan antara kalau saya bilang, “Harga jatuh 5%.” dengan “Harga jatuh 5% karena penjualan mobil merosot.”.  Pernyataan kedua adalah bahasa media.  Selalu harus ada “Why” atau “Kenapa” kalau menulis berita.  Tidak peduli apakah alasannya benar, asalkan masuk logika.  Ada beda antara benar dan masuk logika.  Kalau masuk logika, semua berita pasti masuk logika, tapi benar atau salah, itulah yang masih relatif.
Sebagai trader, “Harga jatuh 5%” adalah semua informasi yang kita butuhkan.  Just the facts.  Kita bisa periksa, ada di mana support, dimana para buyer itu berada?  Apakah sellernya masih kuat, atau buyernya cuma menunggu (“bidders“).  Pasar bidders bisa dengan cepat berubah menjadi rebound.  Para bidders yang merasa terlambat akan terus membeli.  Di mana target, dimana saya pasang target, dimana stoploss.  Semua itu…ada di chart, tidak ada di tempat lainnya.
Sebaliknya, “Harga naik 5%, karena Mr. XXX berkata bahwa kapasitas pabrik meningkat 50%.” tidak berarti ada 45% potential gain.  Berhati-hatilah dengan matematika singkat yang bisa mencelakakan ini.  Bisa jadi ketika harga naik 5%, disitulah kita harus…jual, karena harga sudah di level kritis… target dari Wave 5 dari 5.  Koreksi besar menunggu.  Semua itu…ada di chart, bukan di tempat lain.
Analisa prediktif bisa saja bilang “Target koreksi/rally IHSG adalah XXXX”, tapi ketika kita lihat pasar melawan secara signifikan, trader yang baik harus disiplin dan reaktif.  Chart bilang saya harus exit, maka saya exit.  Soal buyback lagi urusan nanti.  Sebaliknya, ada analis X bilang akan ada koreksi, tapi chart menunjukkan minat beli masih besar, maka kalau chart bilang hold, saya hold.  Soal harus jual, itu nanti urusan trailing stop saya.  Trader bukan analis yang “skor”-nya dihitung dari prediksi yang benar.  Trader “skor”-nya dihitung dari berapa return yang dihasilkannya per tahun, bisakah dia melewati taktik “buy and hold“-nya manajer investasi reksadana?  Atau bahkan, bisakah return per bulan (untuk yang trading for a living), menutup semua pengeluaran bulan itu?
Saya tahu, hold ketika profit sudah menggelembung bukan hal yang mudah.  Saya pernah dan terus mengalaminya.  Haruskah saya jual sekarang?  Apakah saya akan kehilangan profit ini?  Terkadang, itulah yang dipikirkan.  Tapi berpegang pada chart, selama masih ada yang mau beli di harga lebih tinggi, saya akan terus hold.  Seringkali, dengan cara itu, saya bisa memaksimalkan gain.
Seringkali juga, trader (terutama yang baru), terjebak pada pemikiran bahwa dia adalah newbie, sehingga tidak pantas untuk profit besar.  Percayalah, kalau kamu sudah trading dengan benar, walaupun baru sebentar, kamu pantas untuk profit besar.  Itulah balasan kamu untuk trading dengan benar.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar